Proyek Normalisasi Kali Bekasi Terhambat, Sertifikat Hak Milik Daerah Aliran Sungai Jadi Kendala

Proyek Normalisasi Kali Bekasi Terhambat, Sertifikat Hak Milik Daerah Aliran Sungai Jadi Kendala

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini melakukan peninjauan terhadap proyek pengerukan dan pelebaran Kali Bekasi di wilayah Babelan. Kunjungan tersebut mengungkap permasalahan krusial yang menghambat progres proyek normalisasi sungai tersebut: kepemilikan sertifikat hak milik atas lahan di daerah aliran sungai (DAS). Proyek yang ditargetkan untuk mengurangi risiko banjir di wilayah tersebut saat ini baru mencapai 50 persen penyelesaiannya. Penundaan signifikan ini disebabkan oleh kepemilikan lahan DAS yang telah disertifikatkan atas nama perorangan, sehingga menghambat proses pengerjaan normalisasi.

Dedi Mulyadi mengungkapkan keheranannya atas temuan tersebut. Ia menyampaikan bahwa proyek normalisasi yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi terkendala oleh status kepemilikan lahan di DAS yang sudah menjadi hak milik pribadi. “Sungguh ironis, proyek untuk kepentingan publik ini terhambat karena masalah sertifikat,” ujar Dedi. Ia mempertanyakan proses penyertifikatan lahan DAS tersebut dan dampaknya terhadap program-program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi risiko bencana alam. Lebih lanjut, Gubernur menekankan bahwa permasalahan ini bukanlah isu yang sepele dan membutuhkan solusi yang terintegrasi antara pemerintah daerah, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), dan juga pihak-pihak yang memiliki sertifikat hak milik lahan di DAS Kali Bekasi. Keengganan untuk melepaskan lahan tersebut untuk kepentingan umum menjadi perhatian serius. Ketidakjelasan hukum terkait kepemilikan lahan di daerah aliran sungai juga perlu dikaji ulang untuk mencegah terulangnya masalah serupa di masa depan.

Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya proyek lain yang terhambat dengan persentase penyelesaian yang jauh lebih rendah. Seorang petugas dari BBWS melaporkan adanya proyek lain yang progresnya hanya mencapai 11,6 persen, juga karena kendala serupa. Hal ini menunjukkan permasalahan kepemilikan lahan di DAS bukan hanya terjadi pada satu lokasi proyek, namun berpotensi menjadi permasalahan sistemik yang mengancam keberhasilan program-program pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut. Gubernur meminta agar hal ini segera ditangani dengan bijak dan menemukan solusi yang saling menguntungkan, baik bagi pemilik lahan maupun bagi kepentingan publik secara luas.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan segera. Berbagai upaya akan dilakukan untuk menjembatani perbedaan kepentingan dan mencapai kesepakatan yang adil bagi semua pihak. Proses negosiasi dan mediasi akan diprioritaskan, dengan tetap mengedepankan kepentingan umum dalam upaya mitigasi bencana dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Langkah-langkah hukum pun akan dipertimbangkan sebagai upaya terakhir apabila negosiasi tidak membuahkan hasil. Situasi ini sekali lagi menyoroti pentingnya perencanaan tata ruang yang terpadu dan terintegrasi, serta penegakan aturan yang tegas terkait kepemilikan lahan di daerah aliran sungai untuk mencegah terhambatnya proyek pembangunan vital di masa mendatang.

*Daftar kendala proyek yang ditemukan : * 50% pengerjaan proyek terhambat akibat sertifikat hak milik pribadi di daerah aliran sungai. * Proyek lain terhambat dengan progres hanya 11,6%. * Ketidakjelasan hukum kepemilikan lahan di DAS.